Perubahan Industri Migas dalam Mendukung Transisi Energi Dunia

    Perubahan Industri Migas dalam Mendukung Transisi Energi Dunia
    Adriel Simorangkir BEng MSc saat memaparkan materinya dalam acara webinar SRE ITS x Anargya: Electric Vehicle Integrated with Renewable Energy

    SURABAYA – Society Renewable Energy (SRE) dan Tim Anargya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengadakan webinar membahas tentang peran industri minyak dan gas (migas) dalam upaya transisi energi dunia. Perubahan sebagai akibat transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan (EBT) menjadi fokus bahasan.

    Pembicara dalam webinar bertajuk Electric Vehicle Integrated with Renewable Energy ini, Adriel Simorangkir BEng MSc, mengungkapkan ada empat perubahan mendasar pada sektor energi untuk jangka panjang. Pertama adalah bauran energi di Indonesia maupun dunia yang berubah dalam skala yang masif dan kecepatan yang sangat cepat. “Energi listrik dan bauran EBT sendiri diperkirakan akan meningkat hingga 25-80 persen di tahun 2050, ” jelasnya, Jum'at (18/2/2022).

    Sektor migas akan memiliki peran penting dalam bauran energi dunia ini. Hal ini dikarenakan ada banyak aspek dari EBT yang harus diperbaiki sebelum dapat disalurkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Investasi energi bersih juga relatif meningkat untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan. “Perubahan tergantung meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan EBT, ” tambah Penasihat Strategi dan Taktis PT Pertamina Power Indonesia ini.

    Perubahan selanjutnya yang akan dialami sektor energi adalah pasar modal yang sudah mulai linear dengan perkembangan EBT. Berbagai perusahaan yang bergerak dalam bidang EBT juga akan diberi penghargaan oleh para investor berupa multiples atau faktor pengali untuk berkembang lebih jauh. Saat ini sendiri, sektor migas memiliki faktor pengali sebesar 5-10 kali dan energi bersih sebanyak 8-13 kali. “Bahkan bisa lebih dari angka itu nantinya, ” ujar Adriel, sapaan akrabnya.

    Alumnus Imperial College London ini menambahkan bahwa para pemegang kepentingan termasuk investor juga menaruh ekspektasi tinggi terhadap perusahaan untuk mengambil inisiatif cepat dalam mendukung transisi energi. Berbagai inisiatif itu dimasukkan dalam target jangka pendek dan dapat digunakan oleh mereka untuk memastikan dan melacak perkembangan perusahaan.

    Perubahan terakhir yang akan dialami oleh industri migas adalah persaingan tenaga kerja. Dengan lapangan pekerjaan yang sedikit dan perubahan industri yang cepat, perusahaan akan berlomba-lomba memperebutkan kelompok talenta yang sama. Sehingga penting bagi industri energi untuk mengalokasikan talenta dan kemampuan dalam rencana transisi energi.

    Langkah PT Pertamina untuk mendukung target pemerintah dalam penggunaan EBT.

    Indonesia telah menetapkan target bauran energi jangka pendek untuk EBT yaitu sebesar 31 persen di tahun 2050. Dengan target ini, PT Pertamina sangat mendukung pemerintah dengan mempertahankan keamanan energi sambil merangkul transisi energi yang masuk. Perusahaan ini juga akan menginvestasikan sekitar 8 miliar US Dolar atau 9 persen dari total investasinya untuk EBT. “Angka ini merupakan dua kalinya dari rata-rata investasi global ke EBT yang sekitar 4, 3 persen, ” imbuhnya.

    Untuk berkontribusi dalam ambisi transisi energi di Indonesia, Adriel berpesan kepada peserta webinar untuk menjaga tiga kualitas yaitu ambisi dan dedikasi yang kuat terhadap transisi energi, memiliki ketertarikan pada transisi energi meskipun dari latar belakang yang berbeda, serta pemikiran yang strategis dan jangkauan kapabilitas yang lebar. “Perluas cakupan ilmu dan area keahlian, gabung ke perusahaan yang mendukung transisi energi, dan perluas koneksi” tutupnya. (*)

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Mengenal Fakultas Psikologi UNAIR, Tiga...

    Artikel Berikutnya

    ITS Suarakan Pentingnya Forum Pengurangan...

    Berita terkait